Monday 21 September 2009

Identifikasi dulu, Wahabi sbg Stigma atau Ekstrimis?

Kutipan keren dr arsip tgl 12 Agustus 2009 dr url http://www.sabili.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=438:wahabi-stigma-atau-ekstrimis&catid=82:inkit&Itemid=199

Cetak PDF
Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (Kabin) AM Hendropriyono menyebut-nyebut Wahabi aliran keras dibalik rangkaian serangan bom yang terjadi di negeri ini. Ke arah mana stigma akan bermuara?

Kenapa hingga saat ini aparat sulit menyergap Noordin M Top, buron nomor wahid karena “prestasinya” meledakan bom di sejumlah tempat di Tanah Air? Menurut mantan Kepala BIN Hendropriyono, karena kelompok ekstrim ini mendapatkan habitatnya, sehingga sulit bagi aparat untuk memutuskan mata rantai jejaring teroris Noordin M Top yang saat ini masih dalam pemburuan.

Wahabi yang dinisbatkan kepada teroris ini, tentu saja bisa menimbulkan pelbagai penafsiran dari kalangan umat Islam. Pasalnya wahabi kerap dijadikan stigmatisasi mereka yang tidak senang jika Islam mengambilkan peran politik di Indonesia . Sebut saja, PKS pernah dituduh Wahabi oleh sesama umat Islam sendiri. Lalu Persis, Al Irsyad, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan sebagainya. Jangan-jangan Wahabi tak beda dengan stigma “komunis atau PKI” saat rezim Orde Baru dulu.

Anggota Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hidayat Nur Wahid, pernah meminta kepada semua pihak untuk menghentikan fitnah yang menyatakan PKS merupakan kepanjangan tangan faham Wahabi. ”Isu Wahabi merupakan isu lama yang terus direproduksi untuk melancarkan fitnah kepada PKS. Menjelang pemilu legislatif, 9 April lalu, isu serupa juga sempat beredar melalui pesan singkat elektronik (SMS).”

Dalam SMS itu disebutkan, PKS adalah Wahabi karenanya semua kader PKS adalah antek Wahabi. SMS pun menyerukan agar kaum ahlus sunnah wal jamaah dan nahdliyyin tidak memilih PKS dan kader PKS dalam pemilu. Dengan berang, Hidayat mengatakan, isu tersebut merupakan fitnah yang dilancarkan orang-orang tak bertanggung jawab. Pasalnya, Wahabi sebagai faham keagamaan yang berkembang di Arab Saudi mengharamkan pembentukan partai politik.

“Dari sini saja jelas fitnahnya. Saya adalah pendiri partai politik dan mengambil langkah politik untuk melakukan perubahan untuk kebaikan umat, lalu dimana kesamaannya dengan Wahabi?” ucap Hidayat agak kesal.

Dia pun meminta agar semua pihak melakukan praktik politik sehat dengan tidak menyebarkan fitnah menyesatkan. Berpolitik dengan menyebar fitnah, lanjut Hidayat, tidak akan menciptakan kehidupan politik yang produktif dan hanya memecah belah semangat kebangsaan.

Bukan hanya PKS, Hizbut Tahrir Indonesia pernah mendapat tuduhan yang sama: Wahabi. HTI lalu membuat bantahan. Menurut Hizbut Tahrir, berbahaya bila menganggap seolah-oleh umat Islam belum berakidah Islam. Ini tampak pada pandangan mereka terhadap kaum Muslim yang lain, selain kelompok mereka dianggap sesat. Bahkan mereka tidak jarang saling sesat-menyesatkan terhadap kelompok sempalan mereka.

Pandangan ini, menurut Hizbut Tahrir, ada masalah dalam akidah umat Islam, tetapi tidak berarti mereka belum berakidah Islam. Bagi Hizbut Tahrir, umat Islam sudah berakidah Islam. Hanya saja, akidahnya harus dibersihkan dari kotoran dan debu, yang disebabkan oleh pengaruh kalam dan filsafat atau khurafat. Karena itu, Hizbut Tahrir tidak pernah menganggap umat Islam ini sesat.

Hizbut Tahrir juga menganggap, bahwa persoalan akidah ini, meski penting, bukanlah masalah utama. Bagi Hizbut Tahrir, masalah utama umat Islam adalah tidak berdaulatnya hukum Allah dalam kehidupan mereka. Karena itu, fokus perjuangan Hizbut Tahrir adalah mengembalikan kedaulatan hukum Allah, dengan menegakkan kembali khilafah.

Sejarah Wahabi selalu berlumuran darah kaum Muslim. Situs-situs penting dan bersejarah di dalam Islam pun mereka hancurkan. Semuanya dengan dalih membebaskan umat Islam dari syirik dan khurafat. Ini jelas berbeda dengan Hizbut Tahrir. Hizbut Tahrir tahu persis konstruksi masyarakat sehingga dalam dakwahnya tidak pernah menyerang manusia atau obyek-obyek fisik, seperti situs-situs penting dan bersejarah; melainkan menyerang pemikiran, perasaan dan sistem yang diyakini dan dipraktikkan oleh manusia. Itulah yang menjadi fokus serangan Hizbut Tahrir. Karena itu, dakwah Hizbut Tahrir dikenal sebagai dakwah fikriyyah lâ ‘unfiyyah (intelektual dan non-kekesaran).

Pendek kata, perbedaan Hizbut Tahrir dengan Wahabi begitu jelas dan nyata. Menyamakan Hizbut Tahrir dengan Wahabi bisa jadi karena tidak mengerti tentang kedua-duanya, atau sengaja untuk melakukan monsterisasi terhadap Hizbut Tahrir, agar disalahpahami, dibenci dimusuhi dan dijauhi oleh umat. Inilah yang sebenarnya hendak dilakukan. Lalu siapa yang diuntungkan dengan semuanya ini, tentu bukan Islam dan kaum Muslim, melainkan kaum kafir penjajah dan para boneka mereka, yang tetap menginginkan negeri-negeri Muslim, seperti Indonesia, ini tetap terjajah. Begitu penjelasan Hizbut Tahrir.

Yang jelas, orang-orang biasa menuduh "Wahabi" kepada setiap orang yang melanggar tradisi, kepercayaan dan bid'ah mereka, sekalipun kepercayaan-kepercayaan mereka itu rusak, bertentangan dengan Al-Quranul Karim dan hadits-hadits shahih. Mereka menentang dakwah kepada tauhid dan enggan berdoa (memohon) hanya kepada Allah semata.

Sekilas Wahabi
Lalu siapakah sebenarnya Wahabi? Seperti dijelaskan Geys Amar, mantan Ketua Umum Al Irsyad, Wahabi adalah gerakan Islam yang dinisbatkan kepada Muhammad bin Abdul Wahhab (1115-1206 H/1701-1793 M). Muhammad bin Abdul Wahhab sebenarnya merupakan pengikut mazhab Hambali, kemudian berijtihad dalam beberapa masalah. Meski demikian, hasil ijtihadnya dinilai bermasalah oleh ulama Sunni yang lainnya.

Ia mendengar banyak wanita di negerinya ber-tawassul dengan pohon kurma yang besar. Mereka berkata, "Wahai pohon kurma yang paling agung dan besar, aku menginginkan suami sebelum setahun ini."

Di Hijaz, ia melihat pengkultusan kuburan para sahabat, keluarga Nabi, (ahlul bait), serta kuburan Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, hal yang sesungguhnya tidak boleh dilakukan, kecuali kepada Allah semata.

Di Madinah, ia mendengar permohonan tolong (istighaatsah) kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, serta berdoa (memohon) kepada selain Allah, hal yang sungguh bertentangan dengan Al-Quran dan sabda Rasulullah saw.

Nama Wahabi sendiri telah dikubur oleh para pengikut dan penganutnya. Boleh jadi karena sejarah kelam pada masa lalu. Namun, mereka mempunyai alasan lain. Menurut mereka, ajaran Muhammad bin Abdul Wahbab adalah ajaran Nabi Muhammad, bukan ajarannya sendiri. Karenanya, mereka lebih memilih untuk menyebut diri mereka sebagai Salafi atau Muwahhidûn, yang berarti “orang-orang yang mentauhidkan Allah”, bukan Wahabi.

Secara historis, gerakan Wahabi telah mengalami beberapa kali metamorfosis. Mula-mula adalah gerakan keagamaan murni yang bertujuan untuk memurnikan tauhid dari syirik, tahayul, bid’ah dan khurafat, yang dimulai dari Uyainah, kampung halaman pendirinya tahun 1740 M. Di kampungnya, gerakan ini mendapatkan penentangan. Muhammad bin Abdul Wahhab pun terusir dari kampung halamannya dan berpindah ke Dar’iyyah. Di sini, pendiri Wahabi itu mendapat perlindungan dari Muhammad bin Saud, yang notabene bermusuhan dengan Amir Uyainah. Dalam kurun tujun tahun, sejak tinggal di Dar’iyyah, dakwah Wahabi berkembang pesat.

Tahun 1747 M, Muhammad bin Saud, yang notabene adalah agen Inggris, menyatakan secara terbuka penerimaannya terhadap berbagai pemikiran dan pandangan keagamaan Muhammad bin Abdul Wahhab. Keduanya pun sama-sama diuntungkan. Dalam kurun 10 tahun, wilayah kekuasaan Muhammad bin Saud berkembang seluas 30 mil persegi. Muhammad bin Abdul Wahhab pun diuntungkan, karena dakwahnya berkembang dan pengaruhnya semakin menguat atas dukungan politik dari Ibn Saud. Namun, pengaruhnya berhenti sampai di wilayah Ihsa’ 1757 M.

Ketika Ibn Saud meninggal dunia tahun 1765 M, kepemimpinannya diteruskan oleh anaknya, Abdul Aziz. Namun, tidak ada perkembangan yang berarti dari gerakan ini, kecuali setelah tahun 1787 M. Dengan kata lain, selama 31 tahun (1957-1788 M), gerakan ini stagnan.

Namun, setelah Abdul Aziz mendirikan Dewan Imarah pada tahun 1787 M, sekaligus menandai lahirnya sistem monarki, Wahabi pun terlibat dalam ekspansi kekuasaan yang didukungnya, sekaligus menyebarkan paham yang dianutnya. Tahun 1788 M, mereka menyerang dan menduduki Kuwait . Melalui metode baru ini, gerakan ini menimbulkan instabilitas di wilayah Khilafah Utsmani; di semenanjung Arabia , Irak dan Syam yang bertujuan melepaskan wilayah tersebut dari Khilafah. Gerakan mereka akhirnya berhasil dipukul mundur dari Madinah tahun 1812 M. Benteng terakhir mereka di Dar’iyyah pun berhasil diratakan dengan tanah oleh Khilafah tahun 1818 M. Sejak itu, nama Wahabi seolah terkubur dan lenyap ditelan bumi.

Namun, pandangan dan pemikiran Wahabi memang tidak mati. Demikian juga hubungan penganut dan pendukung Wahabi dengan keluarga Ibn Saud. Metamorfosis berikutnya terjadi ketika mereka mengubah nama. Nama Wahabi tidak pernah lagi digunakan, mungkin karena rentan. Akhirnya, mereka lebih suka menyebut diri mereka Salafi. Namun, pandangan dan cara mereka berdakwah tetap sama. Inilah fakta sejarah tentang Wahabi. Dari fakta ini jelas sekali, bahwa Wahabi (Salafi) ikut membidani lahirnya Kerajaan Arab Saudi. Karena itu, tidak aneh jika kemudian Wahabi (Salafi) senantiasa menjadi pendukung kekuasaan Ibn Saud sekalipun Wahabi (Salafi) bukan merupakan gerakan politik.

Musuh-musuh beliau memulai perbuatan kejinya dengan memerangi dan menyebarluaskan berita-berita bohong tentangnya. Bahkan mereka bersekongkol untuk membunuhnya dengan maksud agar dakwahnya terputus dan tak berkelanjutan. Tetapi Allah Subhana wa Ta'ala menjaganya dan memberinya penolong sehingga dakwah tauhid tersebar luas di Hijaz , dan di negara-negara Islam lainnya.

Meskipun demikian, hingga saat ini, masih ada pula sebagian manusia yang menyebarluaskan berita-berita bohong. Misalnya, mereka mengatakan Muhammad bin Abdul Wahab adalah pembuat madzhab yang kelima, padahal dia adalah seorang penganut madzhab Hambali. Sebagian mereka mengatakan, orang-orang Wahabi tidak mencintai Rasulullah saw serta tidak bershalawat di atasnya. Mereka anti bacaan shalawat.

Padahal kenyataannya, Muhammad bin Abdul Wahab telah menulis kitab Mukhtashar Siiratur Rasul saw. Kitab ini bukti sejarah atas kecintaan Syaikh kepada Rasulullah Saw. Mereka mengada-adakan berbagai cerita dusta tentang Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. (Adhes Satria )

No comments: