Friday 8 January 2010

MENSIKAPI KOMPLAIN CARA HASAN AL BANNA (HABIS)


(Lanjutan)

“Akhi, BANTAHAN ADALAH SALAH SATU BENTUK TANTANGAN YANG AKAN MEMANCING SIKAP KERAS KEPADA BAGI YANG DIBANTAH. Dan sekalipun ia menyadari bahwa ia salah, tapi BANTAHAN ITU AKAN MEMBUATNYA BERSIKUKUH PADA KESALAHANNYA. Ketahuilah, Akhi, si Fulan itu telah terpengaruh oleh sebuah lingkungan yang membuatnya berpikir seperti itu. Dan aku melihat, TUJUANNYA MENULIS ARTIKEL ITU BUKANLAH UNTUK MENGUNGKAPKAN APA YANG MENJADI KEYAKINANNYA. MELAINKAN SEKEDAR MENCARI PERHATIAN DENGAN CARA MENGHALALKAN SEGALA CARA.”

Sang Imam diam sejenak. Sementara Mahmoud yang duduk di hadapannya masih menunggu kelanjutan kalimatnya dengan raut serius.

“Akhi, jika sampai si Fulan bersikukuh dalam kesalahan itu akibat bantahan yang kita sampaikan, maka secara tidak langsung kita telah menghalangi pintu taubat baginya. Si Fulan itu masih muda. MEMBUKAKAN PINTU KEBENARAN BAGINYA JAUH LEBIH BAIK DARIPADA MELEMPARKANNYA JAUH-JAUH DARI KEBENARAN YANG SEBENARNYA MENJADI HAK DIA. Justru kewajiban kitalah untuk membantunya meraih kebenaran itu. Aku tidak ingin, emosi yang bermain dalam dada kita membuat seseorang terhalang dari hidayah Allah. Begitulah pemikiranku. Bagaimana menurutmu, Akhi?” Sang Imam menutup penjelasannya.

Mahmoud yang sejak tadi diam menatapnya, perlahan menunduk. Kini semakin disadarinya betapa Sang Imam adalah manusia yang sangat bijak. Sosok yang penuh kharisma dan telah melebur ke dalam kancah dakwah secara jasad, ruh, akal, dan hartanya. Pengetahuan yang dalam dan hubungannya yang erat dengan Allah telah menjadikan pandangannya demikian luas, nalurinya peka, mata hatinya tajam, jauh menembus ke depan. Ya, ia telah dianugerahi bu’dunnazar (pandangan yang jauh ke depan), sesuatu yang jarang dimiliki oleh orang biasa.

Perlahan Mahmoud mengangkat kepalanya. Ditatapnya wajah Sang Imam sambil tersenyum. “Anda benar sekali ya, Ustadz. Saya setuju dengan pendapat anda.”

Sang Imam pun tersenyum melihat muridnya mau memahami apa yang ada dalam pikirannya. Maka perlahan dirobeknya artikel yang tergenggam di tangannya saat itu.

***

Epilog

Waktu terus berlalu, dan artikel si Fulan yang membahayakan itupun berlalu begitu saja. Masyarakat sepertinya tidak terusik sama sekali. Namun, apakah yang terjadi pada si Fulan sendiri? Sejarahlah kemudian yang mencatat bahwa ia telah menjelma menjadi sosok paling heroik di kancah dakwah.

Ia telah tercatat sebagai salah seorang prajurit Islam yang gagah berani, yang menyuarakan kebenaran dengan suara lantang meski penjara mengurung jasadnya selama pemerintahan Gamal Abdul Nasser. Ia telah mempersembahkan kepada ummat, tafsir Al-Quran yang sangat luar biasa Fi Zilalil Quran, yang ia tulis selama di dalam penjara. Ia telah menjadi orang terdepan dalam perjuangan menegakkan kalimatullah di Mesir dan menutup sejarah hidupnya sebagai seorang syuhada di tiang gantungan pada tanggal 29 Agustus 1966.

Dialah… Sayyid Quthb rahimahullah !








Maraji' :
http://ricky-n.co.cc/2009/12/21/kenangan-ustadz-hasan-al-banna-dalam-mensikapi-pengkritik/

MENSIKAPI KOMPLAIN CARA HASAN AL BANNA (1)




Flashback

Alhamdulillah, hanya karena rahmat & izin Allah SWT sajalah. Sehingga aku al faqir ilallah ini, 20 tahun lebih bisa menikmati hidup berharokah bersama ikhwah. Di "komunitas" (Insya Allah) org2x baik. Kaum ghuroba sebagaimana masa para Nabi2x Allah dahulu. Khususnya Rasulullah SAW. 20 tahun scr manusiawi adalah umur pertengahan, kedewasaan. Dlm berharokah umur 20 tahun adalah umur yg tdk sebentar apalagi di banding yg baru berumur 2 tahun or 2 bulan berharokah.

Dimulai sejak masa SMA klas 1, tahun 1991-an. Mengalami & mengikuti berbagai mihwar da'awi. Dan transformasi mesin da'wah dr yg sirriyah hingga yg jahr (PK & PKS). Jahr karena bernuansa legal-konstitusional, serta go public.

Salah satu materi & praktek yg selalu jadi makanan sehari seorg aktivis or kader adalah MENSIKAPI KRITIK. Sbg bekalan psikologis yg pasti kepake bangets dlm hidup sehari-hari. Berikut kita simak, tips dari sang bapak harokah modern, Imam Syahid. Dlm mensikapi kritik. Silahkan di nikmati. ^_^


Kenangan Ustadz Hasan al-Banna Dalam Mensikapi Pengkritik

Sepenggal Kenangan Bersama Ustadz. Hasan Al banna Dalam Mensikapi Pengkritik

Article ini begitu berbekas dan mengganggu pikiran dan perasaanku. Terkadang membuatku ragu untuk terus berpijak. Tapi ketika kulihat kebencian itu begitu nyata dan tak pernah ada habisnya. Sepertinya ada sesuatu yang memaksaku untuk terus melaju. Entahlah, apakah ini nafsu, atau apa. Selalu ku mohon petunjuk-Nya untuk meringankan langkahku. Wallahi, hanya kebaikanlah yang ku harapkan. Tidak ada yang lain. Kecuali kebaikan…kebaikan…dan kebaikan….

Terima kasih Syaikh….

Sebuah artikel yang dimuat oleh harian umum al-Ahraam telah membuat Sang Imam dan murid-muridnya gelisah. Bagaimana tidak, artikel yang ditulis oleh si Fulan itu berisi pemikiran yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

Si Fulan mengatakan bahwa tidak ada kewajiban bagi manusia untuk menutup auratnya. Sebab secara fitrah, tiap manusia dilahirkan dalam keadaan telanjang. Maka ia menyerukan agar budaya telanjang itu dilestarikan di tengah masyarakat Mesir.

Maka para ikhwan yang merasa marah, langsung membuat artikel bantahan dan siap dikirim ke harian umum yang sama. Namun sebelum itu, mereka mengutus seorang ikhwan bernama Mahmoud yang merupakan penulis artikel bantahan itu, untuk meminta pendapat dan izin dari Sang Imam.

“Ya, Ustadz. Bagaimana pendapat anda?” tanya Mahmoud pada Sang Imam yang tampak terdiam lama setelah membaca artikel bantahan itu.

“Akhi…” Sang Imam menatap Mahmoud. “Artikelmu ini sangat bagus dan penuh argumentasi yang jitu. Tapi…”

“Tapi apa ya, Ustadz?” tanya Mahmoud heran. Wajah Sang Imam yang teduh itu berubah galau. Ditatapnya artikel bantahan yang tergenggam di tangannya.

“Dalam pikiranku, tergambar beberapa dampak dari tulisanmu ini jika ia jadi dimuat,” ujar Sang Imam pelan sambil kembali menatap Mahmoud.

“Pertama, artikel yang ditulis si Fulan itu sangatlah tajam, menusuk hati kaum Muslimin. Sementara konsumen pembaca harian al-Ahraam itu sendiri relatif sedikit dibanding jumlah penduduk Mesir secara keseluruhan. Dan rata-rata, mereka tidak membacanya dengan serius.”

Mahmoud menyimak uraian Sang Imam dengan hati bertanya-tanya. Ia belum paham maksud gurunya itu.

“Jika kita menurunkan bantahan terhadap artikel tersebut, maka akan timbul beberapa titik rawan. Diantaranya, justru akan mengekspos artikel tersebut dan memancing keingintahuan bagi mereka yang belum membacanya. Sementara yang sudah membaca, akan kembali terpancing untuk membaca dengan serius. Dengan demikian, tanpa sadar kita telah memicu perhatian masyarakat kepada sesuatu yang buruk, yang bisa saja mendatangkan mudharat bagi orang-orang yang berjiwa lemah. Kalau artikel si Fulan itu kita diamkan saja, insya Allah ia akan tenggelam dengan sendirinya,” tutur Sang Imam pelan. Mahmoud masih tampak belum puas dengan penjelasan itu, meski ia mulai bisa meraba maksud gurunya.







(bersambung)

Tuesday 5 January 2010

PROAKSI & PROAKTIF (habis)




Menurut Carl Gustav Jung, bapak psikoanalis ini. Umur puncak (emas) pemuda adalah antar 30 s/d 40 tahunan. Batas akhir menuju masa tua. Ini mirip juga dengan apa yg pernah dikatakan oleh bapak perintis harokah modern, Ikhwanul Muslimin. Yaitu Imam Syahid Hasan Al Banna. Bahwa muda adalah pertengahan antara anak2x dan tua. Jadi yg harus disadari adalah perbatasan antara akhir masa muda ke permulaan masa tua. Apa persiapan dan yang disiapkan pemuda Islam ?

Okelah kalo begitu. Inilah persiapannya : Proaksi. Pengembangan proasi pemuda Islam dilakukan dengan menggunakan strategi pengelolaan-diri yang di dalamnya ada tiga teknik : (1) pantau-diri, (2) ganjar-diri, dan (3) kendali-stimulus.

Dalam penelitian ini dilakukan kombinasi antara tiga teknik itu : (1) kombinasi teknik pantau-diri dengan ganjar-diri, (2) kombinasi teknik pantau-diri dengan kendali-stimulus, dan (3) kombinasi sekaligus teknik pantau-diri, ganjar-diri dan kendali-stimulus. Praktek konkritnya dilakukan dengan berinternalisasi, berasosiasi langsung dengan kehidupan atau bisa juga dalam suatu simulasi studi eksperimental dalam bentuk pretest-postest-controlgroup design.

Temuan dari suatu penelitian terhadap aplikasi tulisan (aplikasi proaksi sehari-hari). Menunjukkan bahwa diantara tiga kombinasi teknik yang ada itu, yang paling efektif untuk mengembangkan proaksi pemuda Islam adalah kombinasi teknik pantau-diri dengan kendali-stimulus, dua kombinasi teknik yang lain yakni kombinasi teknik pantau-diri dengan ganjar-diri, dan kendali-stimulus kurang efektif (Karena lbh cocok buat anak2x).

Akhirnya, dah bisa ditebak berdasarkan temuan penelitian tsb. Teknik yang direkomendasikan untuk mengembangkan proaksi pemuda Islam. Adalah 'kombinasi teknik pantau-diri dengan kendali-stimulus' tadi. Maka, agar memudahkan sistem, lingkungan teman dan/atau konselor di dalam menggunakan teknik ini. Dalam mengembangkan proaksi pemuda Islam, direkomendasikan juga Manual Penggunaan Strategi Pengelolaan-diri untuk mengembangkan proaksi pemuda Islam yang sebelumnya telah diujicobakan lebih dahulu kepada para konselor untuk mengetahui administrabilitasnya. Strategi pengelolaan-diri hendaknya juga dimasukan ke
dalam kurikulum pendidikan terpis or konselor sebagai suatu bidang kajiannya.

Dan meskipun strategi pengelolaan-diri merupakan suatu strategi pengubahan dan pengembangan tingkah laku di dunia terapi psikologis or konseling. Dalam dunia tarbiyah or pendidikan, para pembina or murobbi perlu juga mempertimbangkan untuk menggunakannya dalam proses pengajaran dalam rangka meningkatkan kegiatan belajar or tarbiyah pemuda Islam.

PROAKSI & PROAKTIF (1)



Kata proaksi & proaktif adalah sepadan alias sama. Di populerkan dengan istilah proaktivitas oleh Stephen R. Covey. Definisinya adalah bahwa sebagai insan anda dan saya. Bertanggung jawab atas hidup diri kita sendiri. Perilaku kita adalah hasil atau fungsi dari keputusan kita,
bukan kondisi, konteks atau situasi kita. Simpelnya proaksi atau proaktif berarti 'mandiri memilih respons'. Disingkat 'ikhtiar responsibilitas'.

Kata Eleaner Roosevelt “tak seorang pun dapat menyakiti anda, tanpa persetujuan anda”.
Gandhi “mereka tidak dapat merenggut harga diri kita, jika kita tidak memberikannya kepada mereka”.

Izin yang kita berikan atas apa yang terjadi pada diri kita, inilah yang menyakiti kita jauh
lebih besar daripada apa yang sebenarnya terjadi terhadap diri kita. Sulit menerima ini, tapi katakan sajalah sebelum 'mereka' berkata lebih jauh, dengan berkata “saya menjadi saya
hari ini, karena pilihan yang saya buat kemarin”.

Jangan lupa sobat. Situasi kehidupan dewasa ini sudah semakin kompleks. Laju perkembangan teknologi komunikasi-informasi telah membawa secara masif nilai-nilai baru ke dalam masyarakat. Akibatnya, banyak tata nilai lama tertantang dan tergoyahkan oleh nilai-nilai baru itu. Kompleksitas kehidupan seperti itu diprakirakan akan semakin kompleks pada masa mendatang sehingga manusia, termasuk juga bagi pemuda Islam yang tengah berada pada fase mencari jati diri, semakin didesak ke arah pola kehidupan yang semakin sarat pilihan dan amat kompetitif.

Tantangan kompleksitas masa depan itu memberikan 2 alternatif: pasrah kepada nasib atau mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Misi suatu terapi psikologis or konseling 'yang juga berdimensi masa depan' tentunya menjatuhkan pilihannya pada alternatif kedua.

Ikhtiar saya dan anda. Kita. Adalah mempersiapkan pemuda Islam menghadapi masa depan itu, salah satunya, dengan mengembangkan proaksi dirinya. Proaksi mengandung makna kelenturan (keluwesan) individu dalam mempertimbangkan pemilihan respons, kemampuan mengambil inisiatif, dan kemampuan bertanggungjawab. Semua dimensi itu manakala sudah berkembang pada diri pemuda Islam akan dapat memberikan pemberdayaan diri (self-empowering) dalam mengarungi kehidupannya.

Jadi betapa pentingnya masa-masa muda bagi pemuda (Islam) untuk perkembangan pada masa-masa selanjutnya. Masa muda mengemban tugas-tugas perkembangan untuk mencapai jati-diri, kemandirian emosional, kematangan hubungan sosial, dan mempersiapkan diri untuk meniti karir. Lagipula, menurut para psikolog, masa muda mendasari bagi berhasil-tidaknya dalam menjalani tugas-tugas perkembangan selanjutnya.