Saturday 5 December 2009

Berkenalan dengan Logoterapi (habis)

Pengangguran

Manusia bisa mengandalkan apa dari benda-benda? Benda-benda hanya untuk mempermudah. Hanya alat. Cara kita mengelola benda-benda bisa menentukan keadaan jiwa kita. Norman Vincent Peale pernah berkata, “Materiality is only a demonstration of spirituality.” Manusia bisa mengandalkan apa dari pekerjaan? Pekerjaan itu penting. Namun, bukan untuk sekadar mencari uang. Harus ada tujuan dan kita menyukainya. Satchel Paige pernah berkata, “I never had a job. I always played baseball. Work like you don’t need the money. Love like you’ve never been hurt. Dance like nobody’s watching.”

Masa pengangguran dapat menyebabkan, seperti istilah dalam logoterapi, “kehampaan eksistensial” atau perasaan hampa dan tidak berguna. Viktor E. Frankl berkata:

Kehampaan eksistensial tersebut muncul dalam bentuk-bentuk terselubung. Kadang-kadang terganggunya upaya orang terkait untuk mencari makna hidup berubah menjadi keinginan besar untuk berkuasa, disertai dengan salah satu bentuk primitif dari keinginan ini, yaitu keinginan untuk memperoleh kekayaan.

Pada kasus lain, terhambatnya keinginan untuk mencari makna hidup berubah menjadi keinginan untuk mencari kesenangan. Itu sebabnya kehampaan eksistensial sering kali tertuang dalam bentuk kompensasi seksual. Kondisi ini bisa teramati dari makin tidak terkendalinya nafsu seksual akibat kehampaan eksistensial.”

Kehampaan eksistensial memiliki godaan dalam keinginan besar untuk berkuasa (will to power) dan keinginan untuk mencari kesenangan (pleasure principle). Tidak adanya makna atau tujuan dalam hidup, hubungan, pekerjaan, bahkan perjalanan, akan mendatangkan kehampaan eksistensial beserta pencobaan-pencobaan yang mengikutinya. Oprah Winfrey menasihati, “If you allow yourself to be depleted (terkuras) to the point where your emotional and spiritual tank is empty and you’re running on fumes of habit (terikat kebiasaan jahat), everybody loses. Especially you.” Akan tetapi, para pengangguran kadang memiliki pemikiran salah. Mereka menganggap menganggur sama dengan tidak memiliki makna hidup dan tidak berguna. Dengarkan kata Viktor E. Frankl berikut ini.

Dua pemahaman yang salah: tidak memiliki pekerjaan dianggap sama dengan tidak berguna dan tidak berguna dianggap sama dengan tidak memiliki makna hidup.”

Itu dapat mengakibatkan depresi, gangguan, dan kecanduan. Lalu, Viktor E. Frankl berkata:

Setiap kali saya mampu membujuk si pasien untuk menjadi relawan pada organisasi-organisasi kepemudaan, pendidikan bagi orang dewasa, perpustakaan publik, dan sejenisnya—dengan kata lain, setelah mereka mampu mengisi waktu kosong berlebihan mereka dengan kegiatan yang berguna, meskipun tidak menghasilkan uang—depresi mereka hilang, meskipun kondisi ekonomi mereka tidak berubah dan tetap lapar.”

Para pengangguran bukan berarti tidak berguna atau tidak memiliki makna hidup. Namun, mereka harus tetap berusaha mencari kerja. Tidak malas. Para pengangguran pun harus mencari dan menemukan visi hidup mereka. Ini juga berlaku bagi semua orang. Theodore Levitt pernah berkata, “Visi memisahkan orang-orang yang menang dari orang-orang yang kalah.” J.C. Penney yang sudah tua dan tidak buta bahkan berkata, “Penglihatan mataku boleh makin redup. Namun, visiku makin bertambah.” Cara mengenal visi sebagai pemberian dari Pribadi Agung:

  1. Apakah memiliki karakter?

  2. Apakah memberi kontribusi, bukannya ego pribadi?

  3. Apakah tahan uji atau teruji oleh waktu?

Hal yang dialami oleh para pengangguran dapat dialami oleh orang-orang yang terkena PHK dan orang-orang yang tidak bekerja lagi. Jangan takut. Hal yang dapat dilakukan oleh para pengangguran—mengisi waktu luang yang berlebihan dengan melakukan sesuatu atau sejenis kegiatan berguna, tidak malas, dan mencari visi—juga bisa dilakukan oleh mereka yang terkena PHK atau sudah pensiun.

Waktu kosong yang belebihan akan menimbulkan kebosanan. Kebosanan adalah musuh. Kebosanan mematikan kreativitas dan menjemukan jiwa. H.L. Mencken pernah berkata, “Fakta dasar tentang pengalaman manusia bukanlah tragedi, melainkan rasa bosan.” Jangan memelihara kebosanan. Namun, ini tidak mudah. Viktor E. Frankl berpendapat:

Perbuatan lebih efektif daripada kata-kata. Tindakan langsung selalu lebih efektif daripada kata-kata. Akan tetapi, ada saatnya kata-kata juga bisa efektif.”

Apakah kita mau berhasil seperti George Constanza? Hidup berhasil setelah gagal. Ia mengatasi dorongan-dorongan alami atau yang biasa dan takut ia lakukan. Ia mulai bertindak berani. Kita bisa mengatasi kesulitan hidup. Viktor Frankl berkata:

Orang-orang bukanlah menghargai artis atau ilmuwan ternama. Bukan pula negarawan atau olahragawan ternama, melainkan orang-orang yang bisa mengatasi kesulitan hidup mereka dengan kepala tegak.”

Simbol seks dan aktris Perancis, Brigitte Bardot, bahkan berkata, “I have been very happy. Very rich. Very beautiful. Much adulated. Very famous… and very unhappy.” Paul Johnson berkata, “Para idola (bintang) kita justru adalah kelompok orang-orang yang sengsara.”

Viktor E. Frankl adalah orang yang dihargai. Jika para artis, ilmuwan, negarawan, dan olahragawan ternama mampu mengatasi kesulitan hidup mereka dengan kepala tegak, mereka pun akan dihargai. Di balik semua pahlawan besar, selalu ada tragedi—baik yang telah terjadi dan diatasi maupun yang sedang terjadi.

Orang-orang bisa bertumbuh melampui dirinya dan berkembang di luar dirinya. Dengan melakukan itu, mereka mengubah dirinya sendiri. Mereka bisa mengubah tragedi menjadi kemenangan.”

Leher Saya Memang Patah, Tetapi Itu Tidak Mematahkan Hidup Saya

Apakah kita suka olahraga? Viktor E. Frankl masih suka mendaki gunung saat telah tua. Jim Collins pun suka olahraga. Demikian pula dengan Stephen R. Covey. Sepertinya selain suka membaca buku, orang-orang besar juga suka olahraga. Leher patah saat olah raga bukanlah leher Viktor E. Frankl. Namun, itu adalah yang beliau ceritakan tentang Jerry Long.

Jerry Long menderita kelumpuhan dari leher ke bawah (quadriplegic) akibat kecelakaan saat menyelam. Usianya baru 17 tahun ketika kecelakaan itu terjadi. Sekarang Long bisa menggunakan tongkat mulut untuk mengetik. Ia mengikuti dua kursus di sekolah kejuruan, yang dilakukan melalui saluran telepon khusus. Dengan bantuan interkom, Long bisa mendengarkan dan berpartisipasi dalam diskusi kelas. Ia juga mengisi waktunya dengan membaca, menonton televisi, dan menulis.

Dalam surat yang ia kirimkan kepada saya, ia menulis: ‛Saya memandang hidup saya penuh dengan makna dan tujuan. Sikap yang saya terapkan pada hari bersejarah tersebut, telah menjadi prinsip hidup saya. Leher saya memang patah, tetapi itu tidak akan mematahkan hidup saya. Sekarang saya sedang mengikuti kursus psikologi saya yang pertama di sekolah. Saya percaya bahwa cacat jasmaniah saya akan meningkatkan kemampuan saya untuk menolong orang lain. Saya tahu bahwa tanpa penderitaan, saya tidak akan mampu berkembang.’”

Seperti halnya kelumpuhan tidak akan melumpuhkan kehidupan Joni Eareckson Tada; kebutaan tidak akan membutakan hati Helen Keller; dan pemenjaraan Nazi tidak akan memenjarakan sikap Viktor E. Frankl, leher yang patah pun tidak akan mematahkan hidup dan semangat Jerry Long. Andrew Edward pernah berkata, “What doesn’t kill me, it makes me stronger.”

Walaupun patah leher adalah penderitaan bagi Jerry Long, ia bisa menemukan makna dalam penderitaan dan mau menolong orang lain. Orang yang menderita saja mau menolong orang lain. Seharusnya orang yang tidak menderita juga menolong orang lain yang menderita. Apakah mau menderita dulu? Viktor E. Frankl berkata:

Apakah berarti penderitaan tidak bisa dipisahkan dari upaya menemukan makna hidup? Belum tentu. Saya hanya menegaskan bahwa makna hidup bisa ditemukan, meskipun harus atau bahkan melalui penderitaan, asalkan penderitaan itu tak terhindarkan. Jika penderitaan tersebut bisa dihindarkan, hal yang layak dilakukan adalah menghilangkan penyebabnya. Penderitaan yang tidak perlu identik dengan menyakiti diri, bukannya tindakan kepahlawanan. Sebaliknya, jika seseorang tidak bisa mengubah situasi yang menyebabkan ia menderita, ia tetap bisa menentukan sikap.”

Jerry Long tidak sengaja menderita karena lehernya patah. Ia tidak menyakiti diri sendiri (seperti sadomasochism). Ia hanya tidak bisa mengubah situasi yang menyebabkan ia menderita, yaitu kecelakaan saat menyelam dan leher yang patah. Namun, Jerry Long bisa mengubah sikapnya. Kita pun bisa mengubah sikap kita, meskipun tidak bisa mengubah situasi: kehilangan orang terkasih, pemenjaraan, fitnah, penyakit, bencana alam, dan lain-lain.

Sikap ini akan mengubah hidup kita dan membuat perbedaan 100%. Kita bisa saja menyerah dan ingin bunuh diri. Namun, kita bisa menentukan sikap untuk tidak menyerah. Tolonglah orang lain. Hidup kita akan berubah dan membuat perbedaan. Dengarkan yang dikatakan oleh Theodore Roosevelt:

Jauh lebih baik berani melawan banyak hal yang sangat kuat, dan merebut kemenangan besar, walaupun penuh dengan kegagalan, daripada disejajarkan dengan orang-orang malang yang tidak menikmati maupun menderita banyak hal. Mereka hidup dalam senja kala kelabu yang tidak mengenal kemenangan maupun kekalahan.”

Mary Pickford pernah berkata, “If you have made mistakes… there is always another chance for you… you may have a fresh start any moment you choose. For this we call ‛failure’ is not the falling down, but the staying down.” Agnes Pratiwi setuju, “Hal yang pasti, kesuksesan itu lebih nikmat bila dilalui dengan rasa sakit. Aku jadi teringat waktu belajar naik sepeda dulu.” Listen to what Norman Vincent Peale said:

If life doesn’t have trouble, it is no good. Trouble makes you grow big. You cannot grow strong without resistance, sorrow, difficulty, and frustration. So, even as you have problems here, you are going to have things over there to make you grow, or else it won’t be interesting.”

SEKIAN DULU .... )|(


No comments: