Saturday 5 December 2009

Berkenalan dengan Logoterapi (3)

Kembali pada logoterapi. Cara ketiga untuk menemukan tujuan hidup, mempunyai kaitan dengan semua nomor pada TPDL. Dalam menjalani semua tujuan itu, mungkin akan ada penderitaan. Namun, tidak apa-apa. Kita tetap bisa menemukan tujuan hidup dalam penderitaan tersebut, menentukan sikap, dan tidak mengeluh. Tidak bersyukur membuat wajah kita dan wajah hati kita jelek. Hati yang bersyukur dan harapan membuat wajah dan wajah hati kita tetap bagus, meskipun dalam penderitaan dan setelah menghadapi wajah penderitaan yang jelek.

Logoterapi mempunyai istilah paradoxical intention atau niat yang berkebalikan (perlawanan terhadap niat). Prosedur atau terapi ini adalah upaya untuk membalikkan sikap. Misalnya, rasa takut digantikan dengan niat lain. Seperti orang yang susah tidur: rasa takut tidak dapat tidur, yang memicu keinginan berlebihan untuk tidur, malah membuat orang itu tidak bisa tidur. Akan tetapi, seseorang yang tidak bisa tidur karena sakit payah atau masalah berat itu hal lain. Jadi…

Untuk mengatasi ketakutan ini, saya menganjurkan untuk mencoba tidak tidur, tetapi melakukan yang sebaliknya. Artinya, berusaha sedapat mungkin untuk tetap bangun. Dengan kata lain, keinginan sangat besar untuk tidur, yang muncul akibat rasa cemas yang diantisipasi bahwa ia tidak bisa tidur, harus diganti dengan keinginan untuk tidak tidur. Akibatnya, ia akan segera… tidur.”

Orang yang gugup atau berkeringat berlebihan pun bisa menerapkan paradoxical intention. Caranya dengan menunjukkan secara sengaja kepada orang-orang betapa banyak keringat yang bisa ia keluarkan. Ini sebagai ganti rasa takut tubuhnya berkeringat yang malah memicu keringat keluar deras. Saat kita takut melakukan sesuatu, lakukanlah itu. Saat takut berbicara dengan seseorang, berbicaralah dengan orang itu. Dalam hidup ini sudah banyak rasa takut. Hadapilah ketakutan kita.

Eddie Rickenbacker pernah berkata, “Keberanian adalah melakukan yang Anda takut melakukannya. Tidak bisa ada keberanian, kecuali Anda merasa takut.” Siapa Eddie Rickenbacker? Ia pembalap mobil dengan rekor dunia di Daytona. Tahun berapa? Tahun 1914! Ia juga pilot yang sering menang dalam perang udara melawan Jerman dalam PD II. Ia pernah menjadi Penasihat Khusus Menteri Perang. Ia pernah selamat dari kecelakaan pesawat dan terapung di Lautan Pasifik saat PD II! Terapung berapa hari? 20 hari! Anaknya, William Rickenbacker, pernah berkata, “Jika Ayah mempunyai motto, itu pasti ungkapan yang telah ribuan kali saya dengar: ‛Aku akan berjuang seperti kucing liar!’”

Orang yang mengalami susah orgasme juga bisa menerapkan paradoxical intention. Selain karena adanya pelecehan atau penganiayaan seksual, pemikiran salah tentang seksualitas, rasa takut untuk tidak dapat orgasme dan perhatian berlebihan terhadap diri sendiri mempengaruhi dan membuat orang itu susah mengalami puncak kenikmatan seksual. Viktor E. Frankl berkata:

Semua alasan ini cukup membuatnya tidak mampu merasakan puncak kenikmatan seksual. Orgasme sudah dijadikan objek keinginan dan perhatian, bukannya sebagai dampak sampingan dari sebuah dedikasi dan penyerahan total kepada pasangannya.

Ketika perhatiannya dialihkan kepada objek yang layak, yaitu pasangannya, wanita (maupun pria) itu berhasil mencapai orgasme.”

Seperti kisah George Constanza dalam film serial komedi Seinfeld. George Constanza selalu gagal dalam kehidupan. Ia pun gagal dalam hubungan cinta dengan wanita. Ia pun masih menganggur dan tinggal bersama kedua orangtuanya. Suatu hari, hidupnya benar-benar berubah…

Oleh karena merasa bosan dengan kehidupan yang selalu gagal dan biasa-biasa saja, ia mendapatkan ide yang mengubah kehidupannya: mulai melakukan hal-hal yang tepat berlawanan dengan apa pun, baik yang biasa atau takut ia lakukan!

Dulu yang biasanya ia memesan sandwich isi ikan tuna untuk makan siang, ia mulai memesan sandwich putih isi salad ayam! Dulu yang biasanya ia takut berkenalan dengan wanita cantik yang main mata dengannya, ia mulai bertindak berani dengan mendatangi dan berkenalan dengan wanita itu, meskipun George Constanza pendek, tua, dan gemuk!

Dulu yang biasanya ia malu-malu berbicara saat rapat, ia mulai berani berbicara lantang di depan umum, di tempat kerja (ia sudah memperoleh pekerjaan!), dan di depan rekan-rekannya! Akhirnya, George Constanza berhasil. Hanya karena ia memilih bertindak berlawanan dengan dorongan alaminya dan yang biasa atau takut ia lakukan. Dari kehidupan yang gagal berubah menjadi kehidupan yang berhasil.

Ia hampir sama dengan mengalami paradoxical intention. Itu hal tidak mudah. Namun, pilihan ada pada kita. Hidup ini terlalu singkat untuk takut. Maya Angelou pernah berkata, “Life doesn’t frighten me at all” (kehidupan tidak membuat aku takut). Kita memiliki kebebasan. Hidup tanpa kebebasan ibarat tubuh tanpa jiwa. Namun, kebebasan itu memiliki batasan—yang wajar. Lalu, kita pun bisa hidup menembus batas-batas.

Franklin Graham menulis, “Jangan membatasi diri Anda hanya karena Anda berasal dari kota kecil, pedalaman, atau suatu tempat yang tak berpengharapan. Mulailah di tempat Anda berada. Pakai yang Anda punyai. Lakukan yang terbaik.” Jangan menunggu, menunggu, dan menunggu sampai segala sesuatu tercukupi atau tersedia. Berangkatlah walaupun tidak ada cara, jalan, atau transportasi. Kalau kita menunggu sampai kebutuhan kita terpenuhi, butuh waktu seumur hidup untuk melakukan sesuatu. Kalau kita menanti sampai pakaian kita banyak atau mendapat gelar pendidikan tinggi, kita tidak akan mulai berbuat sesuatu. “Jika Anda menunggu sampai segalanya sempurna untuk melakukan sesuatu,” kata Dale Galloway, “Anda tidak pernah melakukan apa pun.”

Basil Walsh sependapat, “Kita tidak membutuhkan kekuatan, kemampuan, atau peluang lebih besar. Hal yang perlu kita gunakan adalah yang kita punyai.” T.J. Bach pernah berkata, “Jika kita menanti sampai setiap kemungkinan hambatan telah menyingkir, kita tidak akan pernah melakukan apa pun.” Dalam hidup pun ada tanggung jawab. Viktor E. Frankl mengatakan:

Kebebasan bisa berubah dan turun harkat menjadi sekadar kesewenang-wenangan, kecuali jika kebebasan itu dijalani dengan sikap bertanggung jawab. Itu sebabnya saya menyarankan agar Patung Kebebasan (Statue of Liberty) yang ada di pantai timur Amerika diimbangi dengan mendirikan Patung Tanggung Jawab (Statue of Responsibility) di pantai barat Amerika.”

Viktor E. Frankl meneruskan…

Manusia benar-benar mampu membuat keputusan sendiri. Sesuatu yang terjadi pada dirinya—dengan dibatasi oleh semua anugerah dan lingkungan—ditentukan oleh dirinya sendiri. Contohnya di kamp konsentrasi. Di laboratorium kehidupan dan wilayah uji coba ini, kami mengamati dan menyaksikan sebagian rekan kami bersikap seperti babi, sementara sebagian lain bersikap seperti nabi. Manusia memiliki dua potensi di dalam dirinya. Potensi yang akan diwujudkan tergantung dari keputusannya, bukannya dari kondisi.

No comments: