Saturday 19 April 2008

Peran Aqidah dalam Kehidupan

Mengokohkan Aqidah, Menggairahkan Ibadah , Badi‘uz Zaman Sa‘id Nursi (Penulis), Ibtidain Khamzah Khan, Lc., (Penj.), Aunur Rafiq Salih Tamhid Lc. (Peny.), Robbani Press (Telp. 87780250), Cet. Pertama, Muharram 1425 H/Maret 2004 M, VIII + 155 hlm.

Aqidah atau keimanan adalah modal paling vital dalam kehidupan. Itulah sebabnya mengapa Rasulullah dan para sahabatnya tampil menguasai dunia, meski belum menguasai ilmu yang canggih seperti sekarang ini. Kokohnya aqidah juga merupakan sumber kebaikan dan kekuatan yang hakiki, maka tiada ketakutan sedikit pun dalam kamus kehidupan sang Mukmin.

Seandainya bola dunia menjadi bom yang meledak dan menghancurkan pun, orang yang menyembah Allah dan mempunyai hati yang bercahaya tidak pernah merasa takut. Bahkan ia melihat hal itu sebagai bukti kekuasaan Allah, dan menyikapinya dengan penuh kekaguman dan kesenangan. Sedang orang kafir dan fasik yang hatinya mati, meski ia seorang filosof yang cerdas, hanya melihat bintang meteor saja langsung panik dan gemetar.

Hal ini menandaskan bahwa peran aqidah sangat urgen dalam kehidupan. Di sisi lain, konsep keimanan kadang ditangkap dengan abstrak. Sedemikian abstraknya ia sehingga kewajiban kita tak lain hanya mempercayai sepenuhnya apa yang diberitakan Allah dan Rasul-Nya.

Meski demikian, agama bukan tak memberikan ruang bagi ikhtiar manusia agar konsep itu bisa menjadi kongkret. Maka pada sisi inilah kita kagum pada Sa‘id Nursi, karena—lewat bukunya ini—ia mahir sekali dalam menurunkan konsep yang tadinya abstrak menjadi ajaran yang mudah nian dipahami.

Banyak konsep fundamental Islam tidak diminati oleh seseorang, hanya karena penyajiannya yang kaku dan verbal. Akhirnya mereka jemu, dan lambat laun si da‘i yang menjelaskannya pun kurang diminati, karena teknik penyampaiannya kurang menyentuh dan menohok.

Maka di sinilah keunggulan Sa‘id Nursi dalam menjelaskan konsep-konsep agama. Ulasannya kaya sekali dengan tamsil-tamsil yang memukau, sehingga tuntunan keimanan yang dijelaskannya menjadi sajian yang amat mengasyikan. Dengan ilustrasinya yang berlimpah dan tertata, konsep aqidah dan ibadah yang dibedahnya menjadi sebuah argumen yang sulit dibantah. Paparannya sangat logis, realistis, dan akrab dengan keseharian. Ia telah berhasil menghadirkan prinsip agama yang tak dogmatis.

Selain itu, gaya bahasa dan penyajiannya juga cukup menyentuh sifat dasariyah manusia. Misalnya ketika ia menerima keluhan dari orang yang enggan shalat: “Mengerjakan shalat memang perbuatan baik dan bagus, tetapi kalau rutin setiap hari dan lima waktu, terasa sangat banyak dan membosankan.” Gerutuan itu lalu dijawab oleh Sa‘id Nursi: wahai belahan jiwaku! Dengarkan lima nasihat dariku, sebagai bantahan atas ajakanmu.

Pertama , wahai jiwaku yang malang… Apakah umurmu abadi? Dan apakah kamu bisa memastikan bahwa kamu akan hidup sampai tahun depan, bahkan sampai besok? Yang membuat kamu bosan mengulang-ulang shalat adalah sangkaanmu bahwa kamu akan hidup abadi, lalu kamu mencari alasan, dan seakan-akan kamu kekal di dunia ini.

Kedua , wahai jiwaku yang rakus. Pada suatu hari kamu pernah makan roti, meminum air, menghirup udara. Apakah ini membuat kamu bosan dan malas? Tentu tidak! Karena berulangnya kebutuhan tidak membuat bosan, bahkan semakin membuat lezat. Karena itu, shalat yang merupakan makanan hati, air kehidupan ruh dan udara penyejuk badan, tentu ia tidak membuat kamu bosan dan malas.

Ketiga , wahai jiwaku yang resah! Sesungguhnya kamu merasa terbebani oleh berbagai ibadah yang kamu kerjakan sejak dulu hingga sekarang, juga beratnya shalat dan berbagai kesulitan masa lalu. Kemudian kamu berpikir tentang kewajiban ibadah untuk masa yang akan datang dan pengabdian menjalankan shalat dan berpikir pula tentang berbagai musibah, lalu kamu menampakkan keresahan dan tidak sabar, apakah ini sesuatu yang ada dalam pikiran orang yang berakal?

Keempat , wahai jiwaku yang ceroboh, apakah pelaksanaan ibadah ini tanpa ada hasil dan tanpa tujuan? Apakah hasilnya hanya sedikit? Sampai kamu bosan melaksanakannya, padahal sebagian di antara kamu mampu bekerja sampai sore tanpa lelah dalam mencari nafkah.

Sesungguhnya shalat yang menjadi kekuatan hatimu ini adalah bekal dan penerang di alam yang kamu akan singgahi, yaitu alam kubur. Ia juga sebagai pembela dan pembebas di pengadilan yang sudah pasti kamu akan digiring kepadanya. Ia akan menjadi cahaya dan buraq di shirathal mustaqim yang sudah pasti akan kamu lewati. Bila hasil shalat seperti ini, apakah bisa dikatakan tanpa tujuan dan tanpa hasil? Atau justru ia adalah pekerjaan yang pahalanya sangat besar?

Kelima , wahai jiwaku yang tertipu oleh dunia! Apakah kebosananmu dan kemalasanmu dalam menjalankan ibadah shalat, karena kamu sibuk mencari dunia? Ataukah kamu tidak punya waktu untuk melaksanakannya karena tekanan biaya hidup?!

Aneh! Apakah kamu diciptakan untuk dunia saja, sehingga kamu menggunakan seluruh waktumu untuknya? Ketahuilah bahwa kamu tidak bisa menandingi burung kecil dalam memenuhi kebutuhan hidup di dunia, meskipun secara fitrah kamu adalah makhluk yang paling mulia kalau dibanding dengan semua binatang. (Makmun Nawawi).

No comments: